Terkait
JAKARTA, KOMPAS.com - Tahukah Anda kalau Indonesia memiliki produk-produk hasil pertanian yang memiliki daya saing tinggi dan tidak kalah dengan produk luar negeri? Inilah yang dicari oleh Kementerian Pertanian RI (Kementan) dalam “Anugerah Produk Pertanian Berdaya Saing 2013”.
Bertempat di Auditorium Gedung F Lantai 1 Kantor Pusat Kementerian Pertanian Ragunan Jakarta (28/11) lalu, acara “Anugerah Produk Pertanian Berdaya Saing 2013” dihadiri oleh Menteri Pertanian, Ir. H. Suswono,MMA beserta jajarannya.
Para pemenang dari seluruh Indonesia ini berlomba dalam beberapa kategori mulai dari Inovasi Produk Pertanian, Inovasi Pemasaran, Inovasi Manajemen Bisnis, Produk Segar Berdaya Saing, Produk Pertanian Program CSR, dan Kemitraan Produktif. Berikut adalah profil beberapa pemenang untuk kategori "Inovasi Manajemen Bisnis":
Wuryaningsih Setyowati, Minuman Herbal “JAMSI”
Wuryaningsih Setyowati (55) dengan produknya “JAMSI” menang dalam kategori Inovasi Manajemen Bisnis; Produk Hortikultura. Wanita yang sehari-harinya membuka klinik ini, mengembangkan produk melalui proses penelitian dibantu oleh koleganya yang merupakan seorang dokter. Awalnya dengan mengambil responden sekitar 34 orang, ternyata 30 orang penyakit diabetesnya menurun. Dari sinilah kemudian berlanjut. JAMSI ini bukan sekedar jamu yang biasanya untuk pegal linu atau lainnya, tapi lebih untuk pengobatan khususnya mencegah dan menetralisir penyakit diabetes. JAMSI ini dikembangkan dari akhir tahun 2012 dan dibuat dengan bahan herbal berupa sambiloto, mahkota dewa, mengkudu, temulawak,angelica dan lainnya.
Beberapa produk Wuryaningsih Setyowati sudah dipasarkan ke berbagai kota seperti Bogor, Tangerang, Bandung, Surabaya, Denpasar, Balikpapan, Banjarmasin, Bangka, Makassar, NTB, NTT, dan Batam.
Wanita yang juga menulis buku ini berujar kalau produk JAMSI kini semakin canggih karena diproses dengan teknologi nano. Produk Ibu Setyowati ini memperoleh “Anugerah Produk Pertanian Berdaya Saing 2013” karena memiliki HAKI dan proses sistem produksi didukung oleh pekerja dan peralatan produksi yang higiesnis.
Ardley Widjaya, Kerupuk Singkong Cassanatama
Ardley Widjaja dengan PT Cassanatama Naturindo merupakan perusahaan keluarga yang dimulai sejak tahun 1994. Dengan pusat produksi di Semarang, kerupuknya telah melanglang buana hingga ke Inggris, Australia dan Belanda. Dari awalnya memproduksi kerupuk udang, kemudian Ardley mengolah produk singkong. Dengan bermitra kelompok tani, ia bekerja sama menanam produk-produk pertanian organik.
Kini, PT Cassanatama Naturindo telah berproduksi dengan 80 karyawan dan dua pabrik untuk kerupuk singkong dan udang. Ardley juga bekerja sama dengan Dinas Pertanian Provinsi untuk melatih petani-petani bagaimana cara menanam secara organik. Berbagai pelatihan mulai dari masalah bibit, penanaman, pemeliharaan hingga memanen.
Dalam sebulan, produksinya bisa mencapai 2 - 3 kontainer. Walaupun belum melakukan ekspansi ke dalam negeri, kini pihaknya sedang berusaha memenuhi pasar di Jepang dan Amerika Serikat.
Zulfayetri, Telur Pipih Rasa Rendang “Kokoci”
Ide berbisnis rendang telur Zulfayetri ini berawal dari telur-telur retak di sentra ternak di Kabupaten Limapuluh Kota, Padang, Sumatera Barat. Bersama sang istri, Nelda, Zulfayetri memproduksi kuliner tradisi Minangkabau dan serius menggarap usaha rendang telur.
Untuk proses produksi, telur pipih rasa rendang ini telah mengacu pada Standar Nasional Industri (SNI), GMP, dan ACCP. Dengan begitu, rendang telur menjadi higienis dan lebih tahan lama. Biasanya tahan tiga hari tapi kini sudah bisa bertahan selama enam bulan.
Rendang telur dengan merek dagang Kokoci ini pun sudah mendapat hak paten sejak 2006. Kokoci ini sudah masuk pasar hypermarket seperti Hypermart dan Giant. Sekarang, sudah bisa Anda temui di Lottemart serta toko oleh-oleh dan toko kue dari Aceh hingga Surabaya.
Berkat rendang telur ini, Zulfayetri selain menyabet penghargaan di kategori "Inovasi Manajemen Bisnis", juga menjadi pemenang di kategori Inovasi Produk Pertanian.
Jhonny, Chokato Payakumbuh
Rasa Chokato sangat lembut di mulut dan tidak kalah dengan produk cokelat lainnya. Agak sulit dipercaya kalau produk ini dari kota Padang. Jhonny, pria berkarakter akrab dan mudah bergaul ini membangun Chokato dari usaha bubuk dan cokelat batangan, lulur cokelat atau maskernya serta choco butter.
Bekerja sama dengan kelompok tani berjumlah 21 orang, Chokato dikembangkan dengan sistem musyawarah untuk pengelolaannya serta dibantu juga oleh Dinas Pertanian Payakumbuh.
Walaupun masih berproduksi dalam skala kecil sekitar 20 kg per hari, cokelat yang mulai diproduksi pada 2012 ini telah memiliki omzet 15 - 20 juta per bulan.
Produk Chokato ini berhasil meraih “Anugerah Produk Pertanian Berdaya Saing 2013” dikarenakan inovasi bahan baku serta pengelolaannya yang mengajak kelompok tani cokelat sebagai nilai tambah. (Seno)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar